Sorong –Penangkapan F.W., Direktur PT Bangkit Cipta Mandiri (BMC), pada 2 Juli 2025 oleh Tim Penegakan Hukum Kehutanan (GAKKUMHUT) Sulsel, menguak kembali luka lama di tanah Papua: penjarahan hutan adat secara sistematis, terstruktur, dan masif.
F.W. diduga mengangkut kayu ilegal dari kawasan adat di Sorong, Papua Barat Daya, tanpa dokumen sah. Namun, yang lebih mengkhawatirkan, ini hanya satu dari sekian banyak aktor bisnis yang mengeruk keuntungan dari kehancuran hutan timur Indonesia.
🧾 Jejak Kayu Tanpa Izin
Dalam penelusuran yang dilakukan oleh DPN FAMI (Dewan Pimpinan Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia), ditemukan pola berulang yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan nakal:
- Membeli kayu dari masyarakat adat (disebut pacakan), tanpa proses resmi;
- Mengangkut kayu antarprovinsi tanpa dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sah Hasil Hutan);
- Menebang pohon di kawasan konservasi dan hutan lindung;
- Menggunakan dokumen fiktif dari koperasi abal-abal atau CV pelindung.
Menurut Sekretaris Jenderal DPN FAMI, Adv. Binsar Luhut Pangaribuan, pihaknya saat ini telah mengantongi daftar lebih dari 10 perusahaan di Papua Barat Daya dan Papua Barat yang diduga kuat terlibat praktik serupa.
“Kami tidak asal bicara. Kami punya data. Ada yang memakai CV mati, ada yang pakai izin kawasan hutan produksi untuk masuk ke hutan adat. Modus mereka makin canggih, tapi hukum tidak boleh kalah,” tegas Binsar.
🛑 Hutan Dirusak, Masyarakat Tak Dapat Apa-Apa
Salah satu ironi yang terjadi di balik derasnya pengiriman kayu Papua ke luar daerah adalah kemiskinan masyarakat lokal. Hutan mereka habis, tapi mereka tetap tidak punya listrik, air bersih, atau akses jalan.
Tokoh masyarakat adat Sorong menyebut bahwa selama ini, perusahaan masuk ke tanah mereka tanpa musyawarah adat dan tanpa pemberian kompensasi.
“Kami hanya diberi janji. Setelah kayu habis, mereka hilang. Satu perusahaan pergi, dua lagi datang,” kata seorang tokoh adat di wilayah Klaso.
📉 Pemerintah Diduga Tahu, Tapi Diam
Sumber internal menyebutkan bahwa sebagian besar operasi ilegal ini berjalan dengan ‘pengetahuan’ oknum-oknum di birokrasi lokal. Dari pejabat kehutanan, kepala distrik, hingga pengawas di pelabuhan, banyak yang tutup mata atas pergerakan kayu ilegal.
Ini yang membuat masyarakat sipil frustrasi. “Kalau pengusaha kecil salah, langsung ditangkap. Tapi pengusaha besar selalu punya cara untuk lolos,” ujar aktivis lingkungan di Jayapura.
⚖️ DPN FAMI Desak Operasi Nasional Berskala Besar
Melihat masifnya praktik pembalakan liar ini, DPN FAMI mendesak dibentuknya Satgas Nasional Penegakan Hukum Kehutanan, yang melibatkan:
- KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
- KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
- PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)
- Komnas HAM
Binsar menekankan bahwa “kejahatan kehutanan di Papua tidak akan berhenti hanya dengan menangkap satu orang. Ini sindikat.”
🔍 Kesimpulan: Skandal Ini Bukan Kasus Biasa
Penangkapan F.W. hanyalah puncak gunung es. Di baliknya, ada ratusan kontainer kayu yang mengalir ke luar negeri. Ada pejabat yang pura-pura tidak tahu. Ada masyarakat adat yang semakin tersingkir.
Jika negara tidak bertindak tegas, Papua tidak hanya kehilangan hutannya. Ia kehilangan haknya, martabatnya, dan masa depannya.
Redaksi