Kasus Dugaan Pasal 81 Jo 76E UU Perlindungan Anak di Raja Ampat Meledak di Publik ! Ofi Sasmita Turun Tangan, Desak Proses Hukum Cepat dan Tanpa Toleransi

Raja Ampat, Papua Barat Daya — Kasus dugaan kejahatan seksual terhadap anak kembali menggemparkan publik. Peristiwa memilukan yang menimpa korban berinisial NA, seorang anak di bawah umur, kini menjadi sorotan nasional.
Kasus ini tengah ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Raja Ampat, dan keluarga korban bersuara lantang agar proses hukum segera diselesaikan.

Ofi Sasmita, tante korban yang juga figur nasional di dunia advokat, jurnalis, dan aktivis, mengeluarkan ultimatum tegas. Ia meminta pihak penyidik untuk segera merampungkan berkas perkara dan melimpahkannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Kami menuntut aparat bertindak cepat, profesional, dan transparan. Tidak ada kompromi untuk pelaku kejahatan terhadap anak. Keadilan harus ditegakkan, bukan ditunda,” tegas Ofi kepada wartawan.

Sosok Nasional dengan Jaringan Kuat

Ofi Sasmita bukan sekadar keluarga korban. Ia merupakan tokoh penting di berbagai organisasi strategis yang memiliki pengaruh luas, di antaranya:

  • Presiden Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia
  • Ketua Pimpinan Pusat Asosiasi Wartawan Media Online Republik Indonesia
  • Ketua Pimpinan Pusat Posbakum Pranaja
  • Presidium Pusat Ahli Konsultan Hukum Pertambangan dan Pengadaan Republik Indonesia
  • Ketua Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha dan Pekerja Pertambangan Republik Indonesia
  • Presiden Komite Advokasi Tambang Republik Indonesia
  • Sekretaris Presiden Jaringan Advokasi Lingkungan Hidup Republik Indonesia
  • Dewan Kehormatan Nasional Komite Advokat Indonesia
  • Dewan Kehormatan Nasional Komite Pengacara dan Penasihat Hukum Muda Republik Indonesia

Dengan kapasitasnya yang besar, Ofi memastikan kasus ini akan terus dikawal hingga tingkat persidangan.
Bahkan, ia menegaskan akan menggunakan seluruh jaringan komunikasi, media, dan relasi organisasinya di tingkat lokal, nasional, hingga internasional untuk memastikan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

“Saya pastikan, seluruh jejaring komunikasi saya akan bergerak. Ini bukan hanya perjuangan pribadi, tapi gerakan bersama untuk melindungi anak-anak Indonesia. Pelaku tidak boleh lolos dari jerat hukum,” ujarnya.

Peringatan Keras untuk Aparat

Ofi juga menegaskan bahwa lambatnya penanganan kasus seperti ini bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap hukum.
Ia meminta agar pihak kepolisian menunjukkan komitmen nyata bahwa hukum di Indonesia berlaku sama untuk semua.

“Kalau hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, itu tanda kemunduran bangsa. Saya tegaskan, jangan pernah anggap enteng kejahatan terhadap anak. Ini kejahatan luar biasa,” pungkasnya.

Tekanan Publik yang Menguat

Dengan sorotan yang semakin tajam dari publik, kasus ini diprediksi akan menjadi trend nasional dalam beberapa hari ke depan.
Gelombang dukungan untuk korban terus berdatangan, dan tekanan terhadap aparat penegak hukum kian menguat agar proses pelimpahan perkara segera dilakukan.

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa perlindungan anak bukan sekadar slogan, melainkan kewajiban nyata yang harus dijalankan oleh semua pihak, termasuk negara dan aparat penegak hukum.

Redaksi

Ibu Penjual Kue di Semarang Ditangkap, POSBAKUM PRANAJA Turun Tangan, “Penerapan Pasal Narkotika Ini Keliru!”

Semarang, Jawa Tengah – Penangkapan YN, seorang ibu penjual kue di Semarang oleh Direktorat Narkoba Polda Jawa Tengah, memicu sorotan serius dari organisasi nasional, DPW POSBAKUM PRANAJA Yogyakarta langsung mengambil langkah tegas untuk membela YN, yang dinilai menjadi korban penerapan hukum yang keliru.

Ketua DPW Yogyakarta, Adhi Karnata Hidayat, menjelaskan bahwa pihaknya telah mempersiapkan seluruh dokumen hukum dan akan segera menemui YN di Polda Jawa Tengah

“Kami hadir untuk memastikan proses hukum berjalan adil, transparan, dan sesuai aturan. Tidak ada ruang untuk kesalahan yang merugikan hak-hak warga negara,” tegas Adhi.

YN ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun menurut Adhi, penerapan pasal tersebut sangat tidak tepat. “YN tidak pernah melakukan jual beli narkotika. Barang bukti yang ditemukan hanya dalam jumlah kecil dan jelas untuk konsumsi pribadi, bukan untuk diedarkan. Tidak ada transaksi, komunikasi dengan pihak lain, atau keuntungan ekonomi dari perbuatannya,” jelas Adhi.

Lebih jauh, Adhi menegaskan YN seharusnya diproses berdasarkan Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika, yang mengatur penyalahgunaan narkotika untuk kepentingan pribadi. Pasal ini memberi hak kepada penyalahguna untuk memperoleh rehabilitasi, bukan dipidana berat.

 “Penerapan pasal yang salah ini bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang menekankan pemulihan pengguna dan menindak pengedar narkotika. Jika aparat salah sasaran, rehabilitasi hanya menjadi jargon, sementara bandar besar tetap bebas beroperasi,” tambahnya.

Selain menegaskan posisi hukum klien, Adhi Karnata Hidayat juga menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menempuh langkah hukum sesuai hukum acara pidana dan mempersiapkan permohonan praperadilan, guna memastikan hak-hak YN tetap terlindungi dan proses hukum berlangsung proporsional.

Adhi menekankan bahwa pernyataan ini bukan untuk menghalangi proses hukum, melainkan menuntut keadilan dan kepastian hukum.Pihaknya Tetap  menghormati prinsip praduga tak bersalah, hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

 “Kami menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan, tetapi tidak boleh salah sasaran. Pengguna kecil tidak boleh dihukum seolah-olah pengedar,” pungkasnya.

Kasus ini menjadi Perhatian Khusus, sekaligus pengingat pentingnya pemahaman hukum yang tepat oleh aparat penegak hukum dan urgensi perlindungan hak warga negara dalam proses penyidikan narkotika. 

Redaksi